News
UN Tak Cerminkan Pendidikan Karakter

(KOMPAS.COM, 7 Mei 2013)
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ujian nasional secara filosofi konseptual tidak mencerminkan nilai-nilai pendidikan karakter. Demikian dikemukakan kata dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Slamet Sutrisno, di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM Yogyakarta, Selasa (7/5/2013).
Pelaksanaan ujian nasional (UN) tidak berhasil mendidik siswa dan guru mengedepankan pendidikan karakter dan keteladanan, yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, katanya

Menurut Slamet pada diskusi Implementasi Pelaksanaan Kurikulum 2013, evaluasi pendidikan di sekolah sebaiknya dikembalikan lagi dalam bentuk Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA). Dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM), guru-guru dulu bisa bertindak jujur, katanya.

Ia mengatakan, sistem pendidikan nasional yang dijalankan saat ini menjadikan pendidikan di sekolah menjadi teralienasi. Fenomena itu tampak dari kegiatan antara siswa dan guru, yang tidak lagi banyak berinteraksi dalam kehidupan nyata di luar jam sekolah.

Semua itu disebabkan oleh beban birokratisasi administratif yang harus dipikul oleh guru, katanya.

Menurut Slamet, aturan yang mengharuskan guru untuk mengejar sertifikasi menjadikan mereka berlomba-lomba mengejar materi, sehingga melupakan tugasnya bahkan mengurangi waktunya dalam mendidik siswa.

Bukan hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di luar sekolah. Dulu, kunjungan guru ke rumah murid suatu keniscayaan, sekarang guru SD saja harus menyelesaikan administrasi dalam 35 jenis, kata Slamet.

Guru SMA Angkasa Adisutjipto, Siti Rahayu, menambahkan, soal-soal UN selama ini disamaratakan di setiap sekolah. Padahal kualitas sekolah satu dengan yang lain berbeda.

Oleh karena itu UN sebaiknya tidak dijadikan penentu kelulusan, tetapi hanya untuk keperluan pemetaan. Kelulusan seharusnya ditentukan oleh sekolah itu sendiri, kata Siti.